Semarang – IKAMaT. Peneliti dari BlueUrban, Bremen, Jerman melakukan kunjungan ke Sekretariat IKAMaT di Semarang. Kunjungan tersebut dalam rangka menggali informasi seputar pengelolaan mangrove dan kaitannya dengan dampak perubahan iklim di Jawa Tengah, khususnya di Semarang dan Demak. Pertemuan yang dilangsungkan pada pukul 16.00 – 19.00 WIB ini, diawali dengan perkenalan dari masing-masing lembaga. (17/2/2023).
Diskusi mangrove BlueUrban dan IKAMaT.
Tim peneliti BlueUrban terdiri dari Dr. Rapti Siriwardane-De Zoysa (Universitas Bremen), Dr. Johannes Herbeck (Universitas Bremen), Gemilang (Universitas Gadjah Mada), Muthi (Universitas Indonesia) dan Sasa (Universitas Indonesia).
Dalam pertemuan ini, IKAMaT membagikan pengalamannya terkait upaya rehabilitasi mangrove dan proses adaptasi masyarakat pesisir yang sudah dilakukan dalam menghadapi dampak perubahan iklim, yaitu kenaikan muka air laut di Pantura Jawa, khususnya di Semarang dan Demak.
Isu yang menarik perhatian adalah, rencana diberlakukannya pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) tol-tanggul laut di pesisir Demak dan Semarang, dimana hal tersebut dapat berdampak secara langsung pada ekosistem mangrove dan sosial-ekologi masyarakatnya.
“Masalah utama di pesisir Pantura Jawa, dalam hal ini di Semarang dan Demak adalah adanya land subsidence dan naiknya permukaan air laut. Hal tersebut berpengaruh pada pasang-surut air laut yang menyebabkan banjir rob,” jelas Paspha G. M. Putra (Manajer Humas). “Mangrove membutuhkan pasang-surut air laut sebagai faktor pembatas kehidupannya. Tanpa adanya pasang surut yang teratur, maka ekosistem mangrove tidak dapat berkembang dengan baik, seperti yang terjadi di Bedono, Demak,” jelasnya lebih lanjut.
Foto bersama di Sekretariat IKAMaT.
Penjelasan ini sangat menarik perhatian bagi para peneliti dari Univeritas Bremen, mengingat perubahaan iklim yang sedang terjadi mengharuskan masyarakat yang terdampak harus dapat beradaptasi secara cepat dan baik.
“Informasi yang disampaikan IKAMaT ini, sangat penting untuk penelitian yang kami lakukan mengenai implementasi kebijakan, teknologi dan peran serta masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim,” kata Dr. Rapti. “Dengan demikian, maka masyarakat harus dapat beradaptasi dengan pendekatan alam atau nature-based solution, ataupun adaptasi dengan rekayasa teknik, seperti pembangunan tol-tanggul laut,” tambahnya.
Bagus R. D. Angga menambahkan bahwa masih diperlukan banyak penelitian dan upaya dalam menghadapi dampak perubahan iklim, terutama bagaimana mangrove secara alami dapat berperan dalam untuk membantu penghidupan masyarakat di kawasan pesisir.
“Penurunan tanah di pesisir Demak dan Semarang, lebih disebabkan karena pengambilan air tanah. Jadi, solusi terbaiknya, sebenarnya adalah dengan membatasi pengambilan air tanah dan bukan dengan penanaman mangrove,” jelas Bagus lebih lanjut.
Penanaman dan pemantauan mangrove tetap diperlukan. Hutan mangrove juga merupakan pencegah abrasi terbaik, setelah berhasil tumbuh puluhan meter dan menghasilkan vegetasi yang lebat dan kompak.
Keseluruhan kegiatan berlangsung dengan baik dan lancar yang diakhiri dengan foto bersama, beberapa kesimpulan dan rekomendasi serta rencana kerja sama kegiatan kedepan. (ADM/PGMP/AP).